JUNI “Jumpa Menikah”
Cuaca
bulan ini memang selalu diselimuti angin tak kasat mata, jangankan angin
semuanya pun sudah tampak tak kasat mata bagiku. Meraba-raba saku celana hanya
untuk mencari sedikit uang koin untuk membayar bus kota. Menyebalkan rasanya
melihat jam dinding yang selalu beputar searah jarum jam, inginku reset semua
aturan jarum jam supaya kubisa mengembalikan semua orang yang kusayangi.
Bulan juni adalah waktu dimana aku
telah beranjak dewasa, bukan sebagai mahasiswa melainkan seorang peneliti di
laboratorium yang akan masuk kerja untuk pertama kalinya. Aku tidak peduli
apakah teman risetku baik atau tidak, tujuanku bekerja hanya ingin
membutuhkan uang untuk biaya hidupku. Seorang peneliti akan selalu pulang lebih
larut malam bahkan tidak pulang hanya demi sebuah keberhasilan penelitian, dan
dibutuhkan sebuah tim dalam menyelesaikannya. Satu minggu sudah berlalu, kini
aku pindah dengan tim lain. Dalam suatu rapat diskusi aku merasa ada seseorang
yang terus menatapku, dia adalah Idrus yang dijuluki ilmuwan junior. Aku tidak
memperdulikannya apa yang dia lakukan padaku setiap hari, seperti membawakanku
sarapan, mengantarkanku pulang dan masih banyak lagi.
Haemophillus
influenzae telah memerangi tubuhku dimalam hari. Aku kehabisan antibiotik,
ingin keluarpun aku khawatir apotek tutup karena sudah larut malam. Sendiri itu
memang menyakitkan tidak ada yang bisa menemaniku saat sakit, setetes air mata
perlahan-lahan jatuh merindukan semua orang yang kusayangi. “Ding ding” (suara handphoneku berbunyi) ada panggilan masuk dari Idrus, akupun
mengangkatnya karena kupikir pasti ada yang penting mengenai riset.
"Halo
Dinda"
"Iya
ada apa dengan risetnya?"
"Kenapa
suaramu seperti itu?"
"Tak
apa, aku hanya demam. Apa ada yang penting dibicarakan?"
"Ada,
aku langsung menuju rumahmu ya (Telpon
ditutup)."
15
menit kemudian Idrus sudah sampai dirumah, dia langsung menuju dapurku dan
membawakanku segelas air putih dan antibiotik. Aku bingung kenapa dia khawatir
sekali denganku, dia tidak banyak bicara hanya menyuruhku makan bubur saja.
"Kenapa
kamu tidak pulang?"
"Aku
akan pulang setelah kamu selesai makan dan minum obat."
"Kamu ini gila kali ya."
"Tidak,
aku hanya terlalu mengkhawatirkanmu ketika sakit seperti ini, Besok absen saja
akan kuijinkan pada profesor."
"Terima
kasih."
"Lekas
sembuh din, aku menunggumu"
"Menunggu
apa?"
Belum dijawab sudah pulang terlebih dahulu, kesal rasanya inginku pukul
wajahnya.
Matahari sudah memunculkan dirinya,
dingin kali ini tidak sedingin hari kemarin. Aku bergegas menuju laboratorium
untuk bertemu dengan Idrus, oh tidak kenapa aku seperti ini. Apakah aku jatuh
cinta? Atau aku hanya terkesan padanya? Bisakah langit membantu menjawab apa
yang kini tengah kurasakan. Senyum ini rasanya tak mau lepas dari bibirku, ini
tidak seperti aku biasanya yang selalu berwajah datar kapanpun dan dimanapun. Sesampainya
di laboratorium suasananya sangat sepi, mungkin aku terlalu datang lebih pagi
hari ini. Dua jam aku sudah menunggu orang-orang tapi tidak ada satupun yang
datang, apa hari ini libur? Kenapa aku tidak diberi info oleh Idrus ya, aneh
sekali orang itu akhir ini dia menghilang bagai ditelan paus. Tidak sengaja aku
tertidur di laboratorium, kemudian aku mendengar hembusan nafas yang searah
denganku. Aku tersontak kaget melihat wajah Idrus ada didepan wajahku.
"Idrus,
kamu sedang apa?"
"Sedang
memperhatikanmu, aku baru saja datang dan menemukanmu sedang tertidur pulas,
tak enak hati rasanya untuk membangunkanmu. Din aku ingin bertanya padamu. Aku
akan memberi suatu pertanyaan tanpa ada pengulangan, jadi tolong dengarkan aku
baik-baik."
"Apa
kamu sedang bermain kuis cara menghitung total kemurnian DNA? Baiklah kubuka
gendang telingaku selebar mungkin."
"Aku
ingin selalu ada didekatmu din, mejadi teman hidupmu dan begitupun sebaliknya.
Maukah kau menikah denganku walau saat ini aku belum menjadi professor?"
"Kamu
lucu ya, apa aku harus menunggumu menjadi professor lalu menerimamu lamaranmu.
Mengenai teman hidup aku berjanji akan menemanimu hingga tua di laboratorium
bersamaku. Jadi jawabanku aku adalah iya sebanyak 3000 kali."
Juni sesuai judul aku bertemu dan
menikah dengan Idrus dibulan Juni. Cinta memang dahsyat ia mampu mengubah sifat
manusia 180 derajat selebar reptil ketika ingin memangsa hewan yang lebih besar
darinya. Terima kasih Juni, kamu telah mewarnai hidupku yang dahulu ber-abu
gelap.
Sumber gambar :
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&ved=2ahUKEwiuybewrZjkAhUFOisKHRcYDcYQjRx6BAgBEAQ&url=https%3A%2F%2Ftwitter.com%2Fhashtag%2Fthetruebride&psig=AOvVaw2ApbilI7kPyxYiMcgt2ldR&ust=1566627638562508
Komentar
Posting Komentar