Salah Paham


     Nama yang indah "Aurel" itulah namaku. Aku berumur 18 tahun dan sebagai pelajar di SMA Taruna Bangsa. Saat ini aku sedang kelas 12, masa dimana setiap hari sarapannya selalu pelajaran UN dan setiap hari pula diisi dengan ujian dan ujian. Apa kalian tahu? Masa dikelas 12 ini ternyata tidak sebanding dengan kuliah, kakakku pernah mengatakan padaku bahwa kuliah adalah masa sulit dimana kamu akan menemukan dirimu sendiri.
            Hari ini adalah hari jumat, biasanya sih hari jumat terkenal akan jam kosong, jadi tidak heran teman-temanku akan pergi bersuka ria entah itu ke kantin, jalan-jalan menyusuri beberapa kelas untuk memikat adik kelas, bersembunyi di belakang laboratorium untuk perkumpulan geng cowok, bolos, dan ke perpustakaan. Perpustakaan adalah tempatku untuk membaca beberapa buku, mengerjakan beberapa tugas sambil tidak lupa mendengarkan musik bersama Amira. Amira adalah sahabatku, ia juga suka membaca. Kita berdua adalah sumber dari jawaban tugas-tugas, sehingga tidak heran teman satu kelasku akan langsung menyontek pada kita berdua ketika ada tugas. 
            Hirupan nafas tidak segar pernah ku hirup. Dari persekian detiknya aku pernah merasakan bahwa aku adalah aku, aku tidak pernah memiliki orang yang spesial yang biasa mereka sebut dengan kekasih atau apapun itu. Hari-hariku hanya kuisi dengan belajar dan belajar sampai aku lupa bahwa aku juga seharusnya membutuhkan penyemangat dari seseorang walaupun itu mustahil. Mungkin terasa aneh, komunikasiku dengan teman lelaki dikelasku hanya terlihat biasa aja, tidak ada komunikasi antara kita yang terasa istimewa. Tetapi beberapa hari kemudian, disaat aku tergabung dalam satu kelompok dengan temanku yang bernama Arif terasa berbeda. Setiap kerja kelompok sesering kali aku menatapnya dan memerhatikannya. Arif adalah seseorang yang pertama kali kukenal saat ospek SMA dan paling menyebalkan karena menghilangkan topiku. Arif yang semula terlihat biasa kini menjadi sosok yang sempurna yang membuatku ingin mengenalnya.
            Fantasiku tentang dia sungguh luar biasa, setiap pelajaran berlangsung aku sering melamun tentang dirinya. Masih kuingat betul cara dia memegang kamera, sungguh terlihat keren dengan kaos denim dan celana selutut. Mabuk cinta ternyata itu berat, ia mampu mebocorkan jantung 5 kali lipatnya. Detak jantungku tidak teratur, pipiku selalu terlihat merah muda dan jemari-jemariku ingin bertengkar satu sama lain.
            Beberapa bulan kemudian adalah Ujian Sekolah Berbasis Komputer. Aku dengan Arif duduk bersebelahan karena nomer absenku setelah dia. Sebelumnya aku mengenal Arif adalah orang yang menyebalkan yang selalu minta contekan, tidak pernah belajar dan sekarang dia berubah, dia mulai belajar bersama denganku untuk ujian. Lantas ketika ujian kita berdua adalah siswa ter-rame karna debat tentang jawaban. Selama 14 hari kita sering berdua, belajar bersama, makan bersama bahkan pulang bersama sampai-sampai aku lupa tidak menunggu Amira untuk janji pulang bersamanya. Arif selalu membuatkan kue buatannya yang lezat, sehingga setiap hari ia membawa kue dan memberi kue pertamanya untukku. Saat itu aku sedang berdua duduk didepan kelas sambil makan kue buatannya dan mendengarkan musik kesukaan dia yakni lagunya Judika-Jikalau Cinta sembari ia menatapku dan tersenyum padaku           
Sudah satu semester lamanya kita selalu berdua, dan mungkin hari ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakan yang sejujurnya pada Arif. Jawaban Arif sudah tidak kupedulikan nantinya yang terpenting aku sudah berani mengungkapkannya tentang perasaanku. Tangga demi tangga telah kulalui, aku sengaja berangkat lebih awal sekolah supaya tidak banyak mata yang dapat melihatku nanti. Sudah tidak sabar rasanya aku ingin membuka pintu kelasku, baru kugenggam pegangan pintu itu tiba-tiba kudengar suara Arif dengan Dimas. Mereka sedang berbincang hangat dan aku masih dalam kondisi diam di depan pintu sambil menunggu mereka selesai berbincang.
“Rif, kamu masih nunggu dia sampai sekarang ?”
“Siapa? Rara maksudnya? Emangnya kenapa?”
“Gpp sih, gimana kalau Rara ambil aku aja, toh kamu sekarang lebih sering bersama Aurel si kutu buku itu kan”
“He ada-ada saja kamu, Aurel hanya teman tidak lebih dan Rara akan tetap dihati. Aku akan menunggu dia sampai kapanpun”
“Eh tapi kayaknya Aurel suka deh sama kamu Rif”
“Gak mungkin Dim, sebenarnya aku dekat sama Aurel supaya aku bisa kecantol pintarnya dia dan aku bisa masuk satu universitas sama Rara, itu aja sih”
“Wah bagus banget idemu, tapi kasian si Aurelnya berasa dimanfaatin wkwk”
           
            Percakapan mereka berdua kudengar jelas ditelinga kanan kiriku. Aku berasa mimpi tapi kenyataannya bahwa Arif hanya mengganggapku teman saja. Tubuhku terasa kaku seperti patung, tak terasa air mataku jatuh demi setetes dan kugenggam erat rokku. Hatiku terasa sakit rasanya, ingin sekali kuteriak dan kuceritakan pada senja yang berada dilaut. Aku tidak bisa seperti ini, aku harus tegap dan langsung saja kubuka pintu kelasku. Arif mendekatiku dan merangkulku.
“Rel kamu lama banget datangnya? Kamu mau ngomong apa?”
“Maaf Rif, gak terlalu serius kok”
“Kamu kenapa? Kamu habis nangis?”
“Gak, tadi habis cuci muka. Oh ya aku mau bilang kalau aku tidak bisa belajar berdua sama kamu lagi, karena aku harus mengajari Amira setiap hari”
“Lah Amira kan sudah pintar kayak kamu Rel”
(bibirku terasa membeku, aku sudah bisa lagi menjawab pertanyaan darinya sehingga aku mengabaikannya dan berlari menuju kantin)
Aku berpikir keras, kenapa aku harus bersikap seperti ini didepannya. Apa yang salah dari Arif? Dia tidak salah sedikitpun. Aku terlalu baper hingga emosiku tak terkendali. Aku mencoba untuk tenang dan menceritakan secuil ceritaku kepada Amira sahabatku.
            Seminggu telah berlalu, kini aku dengan Arif tidak sedekat dulu. Aku sering menghindar karena aku tidak bisa meneruskan cintaku jika orang yang kucintai mencintai sahabat kecilku yakni Rara. Hari itu Arif membawa kue buatannya, aku kira aku akan tetap menjadi orang pertama yang mendapatkan kue yang ia bawa. Ternyata aku salah, dia memberikan kepada Rara.
Arif sekarang sudah lebih dekat dengan Rara, apa yang Arif lakukan padaku ia juga melakukannya pada Rara. Musik yang dia putar kini didengarkan orang lain, tatapan yang ia berikat kini untuk orang lain bukan untukku lagi.
            Kini aku sudah lulus dan hari ini adalah hari dimana aku wisuda. Perlahan-lahan Arif sudah kulupakan dalam hidupku. Aku melihat teman-temanku, ia sangat senang sambil berpelukan dan membawa setangkai bunga entah dari siapa. Terdiam diriku ditengah tempat, aku melihat diriku sendiri tidak ada rangkaian ucapan selamat untukku selain ucapan dari Amira sahabatku.
            Tiga bulan kemudian aku telah berstatus sebagai mahasiswa, kini dunia terlihat berbeda. Tidak ada wajah Arif, aku sudah tidak tahu bagaimana kabarnya dan melanjutkan di perguruan tinggi dimana. Aku dan Rara diterima dalam satu jurusan dan Amira di fakultas berbeda denganku. Satu bulan lamanya aku menjalani ritual ospek dan serangkaian acara lainnya. Sungguh hari yang memberatkan menjadi mahasiswa seperti yang dikatakan kakakku dulu. Rara kini menjadi sahabatku, ia sering bersamaku.
            Minggu ini Rara mengajakku kekampus untuk belajar bersama. Aku langsung bergegas menemuinya. Sesampainya disana ia ingin curhat padaku dan memintaku untuk merahasiakannya dari siapapun.
“Rel kamu tahu gak? Aku sekarang pacaran sama Arif”
(Terkejut diriku, hingga aku tidak menanggapi cerita darinya)
“Rel kok melamun sih? Kamu dengar kan?”
“Eh iya aku dengar kok, emang sejak kapan?”
“Setelah wisuda ia mengungkapkan perasaannya padaku, kini dia melanjutkan di Universitas Sebelas Maret dekat dengan kampus kita, bentar lagi Arif kesini kok”
“ Oh iya, barusan kamu bilang apa? Arif kesini untuk apa?”
“Entahlah, setelah aku mengatakan bahwa aku disini berdua denganmu dia juga ingin mampir kesini Rel”
Otakku mulai berpikir keras kembali, bagaimana caranya untuk kabur dari sini. Sungguh aku tidak ingin melihat Arif kembali. Lima menit kemudia Arif datang, ia langsung duduk disebelah Rara dan berhadapan dengan diriku. Arif menatapku dan tersenyum padaku, aku hanya melihatnya tanpa reaksi apapun. Zona ini sungguh tidak nyaman, kenapa aku harus berada diantara mereka. Langsung saja meninggalkan mereka dengan alasan ke tempat parkir sepeda motor untuk mengambil sesuatu. Langkah ku lalui dengan tatapan kosong hingga aku menabrak seseorang yakni Arif.
“Arif? Kenapa kamu disini?”
“Kunci sepeda motorku ketinggalan, aku boleh tanya sama kamu?”
“Tanya aja”
“Apa benar kamu menyukaiku ? tolong jawab jujur”
“Kamu tanya apaan sih, gak berkualitas banget. Iya aku pernah dulu menyukaimu, kenapa terus?”
“Lalu kalau kamu menyukaiku harus banget ya menghindariku pakai alasan yang gak masuk akal gitu. Rel tolong dengarkan aku baik-baik, aku memang menyukai Rara sejak awal tapi kamu perlu tahu bahwa kedekatanku dengan Rara hanya sebatas perasaan bukan kenyamanan seperti denganmu”
“Maksudnya? kamu jangan plin-plan gini ya Rif, Rara itu temenku. Jangan pernah kamu sakiti hatinya”
“Iya aku tau, tapi aku gak pingin kehilangan kamu Rel. Kamu harus janji denganku jangan menghindar dariku seperti ini, duniaku seperti berubah 180 derajat tanpa ada kamu Rel”
“Iya aku janji, aku pulang”
"Hati-hati Rel"

(Ternyata aku salah memahami perasaan ini, perasaan yang harusnya tidak tumbuh tapi tetap saja bertumbuh seperti gas etilen yang menyebar cepat dalam pemasakan buah. Aku yang salah karna  mengira kau menaruh rasa padaku dan ternyata kau hanya memanfaatkanku untuk mendapatkan seseorang yang kau sukai. Terimakasih Arif, kamu telah menjadi bagian cerita dalah hidup ini)
Gambar terkait



Sumber gambar :
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&ved=2ahUKEwj2_pC24ZjkAhWMfysKHfPZD6AQjRx6BAgBEAQ&url=https%3A%2F%2Fm.jitunews.com%2Fread%2F91421%2Fgak-sembarangan-ternyata-berjanji-pakai-jari-kelingking-ada-sejarahnya&psig=AOvVaw0AUbqx912-uLA0SgpH3cAv&ust=1566641700201390

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nematoda

Deskripsi Phylum Arthropoda

Langit Kelabu