Hepcidin

    Semua makhluk hidup membutuhkan zat besi dalam proses seluler. Saat terjadi infeksi, patogen akan memperoleh zat besi dengan berbagai cara, sehingga zat besi berperan dalam mempertahankan (homoestasis) tubuh dalam beberapa penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis dan HIV. Homoestasis tubuh dikendalikan oleh 25 asam amino peptida pada hormon hepcidin yang diproduksi oleh hepatosit (Armitage dkk., 2011). Mekanisme kekurangan hepcidin, zat besi ferroportin akan mengalami overekspresi di membran basolateral duodenum untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam makanan. Makrofag juga akan mengekpresikan ferropotin dan mengekspor zat besi, sehingga terjadi penipisan zat besi secara intraseluler. Hasil dari pernyataan tersebut dibuktikan bahwa hepcidin diidentifikasi sebagai pengatur pusat metabolisme zat besi. Hepcidin tidak diatur dalam homoestasis tubuh, selama produksi hepcidin tersuplai akan meningkatkan ketersediaan Zat besi.

Gambar 1. Peran hepcidin dalam (a) homeostasis besi normal, (b) gangguan restriktif zat besi, dan (c) gangguan kelebihan zat besi

    Regulasi hepcidin sama halnya dengan proses homoestasis dalam umpan balik mengontrol konsentrasi suatu zat. Prinsipnya hormon tersebut membutuhkan molekul bersifat intraseluler atau ekstraseluler dalam proses sintesis oleh hepatosit yang ditekan oleh erythropoietic. Sintesis hepcidin diatur oleh IL-6 melalui STAT-3 signal pathway untuk meningkatkan konsentrasi hepcidin selama infeksi peradangan sistemik. Hepcidin memiliki ukuran yang kecil (2,7 kD) yang mudah didapatkan melewati membran glomerulus pada ginjal. Penyakin ginjal kronis akan melakukan pembersihan hepcidin dalam plasma yang membatasi ketersediaan besi untuk eritropoiesis. Mekanisme terhadap anemia penyakit ginjal dengan hemodialisis yang lebih efisien. Selain penyakit ginjal terdapat beberapa gangguan akibat defisiensi hepcidin yakni hemochromatosis herediter (gangguan resesif autosomal terhadap mutasi gen hepcidin), Iron-Loading Anemias (gangguan kelebihan Zat besi pada pasien B-thalassemia yang ketergantungan dengan transfusi darah). Gangguan akibat defisiensi hepcidin yakni Iron-Refractory Iron Deficiency Anemia (gangguan resesif oleh mutasi pada regulator membran protease matriptase-2(TMPPRSS6)), Anemia of Inflammation (gangguan reumatologi dan peradangan pada usus besar yang berhubungan dengan hipoferremia dan anemia), Anemia of Inflammation, anemia kanker (anemia disertai penyakit ganas akibat dari kemoterapi dan radiasi), anemia penuaan (anemia lansia yang bersifat heterogen), ferropotin (sindrom feritin). Berdasarkan literatur antibodi antihepcidin menggunakan referensi standar hepcidin sintetis (30,53) dan menggunakan uji spektrometri massa. Identifikasi hepcidin pada suatu fragmen gen dapat dilakukan dengan metode PCR. Metode tersebut pada saat proses amplifikasigragmen gen diperlukan adanya suatu primer. Primer memiliki fungsi sebagai pembatas dari fragmen DNA target yang akan dilakukan amplifikasi. Primer memiliki kriteria sebagai primer yang baik meliputi : panjang primer, GC%, Tm (melting tempertur, interakasi antar dimer (dimer dan hairpins), stabilitas primer, repeat dan false priming. Beberpa aplikasi seiring kemajuan teknologi telah diterapkan dalam aplikasi online yang mendukung peneliti dalam desain primer suatu gen. Software yang digunakan tersebut adalah Primer Blast NCBI dan Oligo Analyzer.



    Hepcidin adalah hormon peptida terlipat rapat yang membentuk struktur jepit rambut sederhana yang distabilkan oleh 4 ikatan disulfida. Mutasi Gen HAMP dikaitkan dengan kelebihan zat besi yang parah dan hemochromatosis. Ekspresi hepcidin akan meningkat dalam kelebihan zat besi dan peradangan berkurang dalam keadaan kekurangan zat besi dan hipoksia. Desain primer dalam peran bioinformatika sangatlah penting dalam suatu penelitian, khususnya dalam penelitian data suatu gen untuk biosimilar. Hasil rancangan primer nantinya dapat mendiagnosa kejadian resistensi pada pasien penderita anemia secara deteksi genetik dalam sampel organ pada hepatosit. Identifikasi pada data sekuen nukleotida gen HAMP pada GenBank menunjukkan sekuen terdiri dari 406 pasang basa dengan mRNA. Sekuens mRNA memiliki peran penting dalam ekspresi gen pembentukan protein dan untuk mendapatkan perancangan primernya. Proses penempelan primer ditentukan oleh nilai melting temperatur dengan suhu minimum 52C, suhu optimum 550C dan suhu maksimum 580C. Primer yang didapat teridiri dari primer forward(primer yang berada diujung depan DNA target sebagai penanda untai DNA yang akan digandakan), sedangkan reverse (primer yang berada diujung belakang DNA target sebagai penanda untai DNA yang akan digandakan. 



REFERENSI

Agarwal, A. K. dan J. Yee. 2019. Hepcidin. Advances in Chronic Kidney Disease. July 1, 2019.

Armitage, A. E., L. A. Eddowes, U. Gileadi, S. Cole, N. Spottiswoode, T. A. Selvakumar, L. P. Ho, A. R. M. Townsend, dan H. Drakesmith. 2011. Hepcidin regulation by innate immune and infectious stimuli. Blood. 118(15):4129–4139.

Ganz, T. dan E. Nemeth. 2011. Hepcidin and disorders of iron metabolism. Annual Review of Medicine. 62:347–360.

Gene, B. A. G., S. Analysis, O. F. Toxoplasma, G. Tachyzoite, dan A. S. Probe. 2012. Sekuen gen surface antigen-1 dan bradizoit antigen-1 takizoit toxoplasma gondii sebagai kandidat pemindai dna. 13(4):330–339.

Kartika, A. I. 2018. Optimasi annealing temperature primer mrna reck dengan metode one step qrt-pcr. Jurnal Labora Medika Vol. 2(1):22–33.

Pratiwi, A., R. Sari, dan P. Apridamayanti. 2017. OPTIMASI suhu desain primer gen blaz resistensi pada bakteri staphylococcus aureus secara in silico. (1):3–12.

Schwarz, P., P. Strnad, N. Singer, F. Oswald, R. Ehehalt, G. Adler, dan H. Kulaksiz. 2009. Identification, sequencing, and cellular localization of hepcidin in guinea pig (cavia porcellus). Journal of Endocrinology. 202(3):389–396.

Yang, W. dan M. Etanol. 2014. Cakra kimia (indonesian e-journal of applied chemistry) volume 2, nomor 2, oktober 2014. 2:20–24.

Yustinadewi, P. D., P. S. Yustiantara, dan I. Narayani. 2018. Mdr-1 gene 1199 variant primer design techniques in pediatric patient buffy coat samples with lla. Metamorfosa: Journal of Biological Sciences. 5(1):105.

Zhao, N., A. Zhang, dan C. A. Enns. 2013. Science in medicine iron regulation by hepcidin. Scienece in Medicine. 123(6):2337–2343.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nematoda

Deskripsi Phylum Arthropoda

Langit Kelabu